Konglomerasi Media Di Indonesia
Kehidupan manusia modern tidak lepas dengan yang namanya media massa. Media massa seolah menjadi kebutuhan yang selalu harus di penuhi. Perkembangan industri media massa di Indonesia telah menempatkan media sebagai sentral dalam komunikasi massa yang mampu menyediakan kebutuhan informasi secara cepat mengenai suatu peristiwa. Menurut Lasswell dan Wright, komunikasi massa memiliki fungsi sosial sebagai surveillance, korelasi dan interpretasi, transmisi budaya dan sosialisasi, serta sebagai media hiburan.
Peranannya yang penting inilah yang membuat industri media massa berkembang sangat pesat dan membuat media massa tidak hanya sebagai sebuah institusi yang idealis, seperti misalnya sebagai alat sosial, politik, dan budaya, tetapi juga telah merubahnya menjadi suatu institusi yang sangat mementingkan keuntungan ekonomi. Sebagai institusi ekonomi, media massa hadir menjadi suatu industri yang menjanjikan keuntungan yang besar bagi setiap pengusaha. Di sini fungsi media mulai tergeser dengan kepentingan ekononi. Isi pemberitaan dalam media di isi oleh, pemberitaan yang paling menguntungkan pemilik media.
Seiring
dengan perkembangan teknologi telekomunikasi dan informatika
(telematika) yang cenderung konvergen (menyatu), konglomerasi media
justru semakin menguat. Betapa tidak, kini hampir semua media massa
milik konglomerat itu memiliki versi onlinenya. Dimana pun kita berada,
secara offline maupun online, media konglomerasi mengikuti kita. Bahkan
ada yang mengungkapkan makin kuatnya konglomerasi media seiring dengan
keamajuan teknologi telematika adalah sebuah keniscayaan. Saat berbicara
pada acara diskusi yang diselenggarakan oleh AJI pada tahun 2011 silam,
Don Bosco Salamun dari Satu Media Holding mengungkapkan bahwa
konglomerasi media di era konvergensi telematika adalah sesuatu yang
sulit dihindarkan.
Konglomerasi
Media adalah penggabungan-penggabungan perusahaan media menjadi perusahaan yang
lebih besar yang
membawahi banyak media. Konglomerasi ini dilakukan dengan melakukan korporasi
dengan perusahaan media lain yang dianggap mempunyai visi yang sama. Pembentukan konglomerasi ini dengan cara
kepemilikan saham, joint venture / merger, atau pendirian kartel komunikasi
dalam skala besar. Akibatnya kepemilikan media yang berpusat
pada segelintir orang.
Konglomerasi
di Indonesia menyebabkan satu orang dapat menguasai banyak media,
sehingga orang tersebut dapat mengendalikan berbagai media dalam satu
waktu, dari kebijakan yang harus dianut, berita mana yang layak di
publikasikan, nilai-nilai yang dianut, dan sebagainya. Akibatnya jika
media yang tergabung dalam satu grup tertentu maka berita dan informasi
yang disampaikan akan homogen. Selain itu berita yang disampaikah hanya
berita yang dianggap menguntungan secara ekonomi. Akhirnya Pers tidak
lagi dinilai dari seberapa besar nilai berita yang ada, tetapi berapa
banyak keuntungan yang akan didapatkan dari pemuatan berita tersebut.
Sebetulnya ini merupakan tanda-tanda bahwa tidak ada regulasi yang
mengatur tentang kepemilikan media.
Manajemen
media haruslah memisahkan antara redaksi pemberitaan dan unsur bisnis,
sehingga menghindari adanya intervensi pemberitaan karena faktor bisnis.
Media harus menyadari tanggung jawab sosialnya kepada masyarakat
sehingga faktor kepentingan pemilik media seperti kepentingan politik
pemilik media sebaiknya dipisahkan dengan objektifitas media tersebut, karena media bersifat
independen dan loyal kepada masyarakat. Pemberitaan yang mengandung
informasi kepada publik yang disampaikan harus mengandung kebenaran yang
mencakup akurasi, pemahaman publik, jujur dan berimbang. Keseimbangan dalam pemberitaan atau penyiaran tersebut termasuk menyangkut sebuah opini dan perspektif atas suatu kasus.
Konglomerasi
di Indonesia menyebabkan satu orang dapat menguasai banyak media muncul,
sehingga orang tersebut dapat mengendalikan berbagai media dalam satu waktu,
dari kebijakan yang harus dianut, berita mana yang layak di publikasikan,
nilai-nilai yang dianut dan sebagainya. Akibatnya jika media yang tergabung
dalam satu group tertentu maka berita dan informasi yang disampaikan akan
homogen. Selain itu berita yang disampaikah hanya berita yang dianggap
menguntungan secara ekonomi. Akhirnya Pers tidak lagi dinilai dari seberapa
besar nilai berita yang ada, tetapi berapa banyak keuntungan yang akan
didapatkan dari pemuatan berita tersebut. Sebetulnya ini merupakan tanda-tanda
bahwa tidak ada regulasi yang mengatur tentang kepemilikan media.
Contoh
ANTV karena saham terbesarnya milik keluarga Bakri, maka bagaimana pun tidak
akan pernah ada berita yang akan mengangkat lumpur lapindo dan penderitaan
masyarakat yang ada di sana. Televisi lain adalah Metro TV yang sering kali
menyiarkan pemberitaan tentang Partai Nasional Demokrat, padahal kalo
diperhatikan nilai berita mungkin tidak terlalu tinggi. Tetapi karena
kepentingan pemiliknya maka berita tersebut sering muncul. Aturan Konglomerasi Media Di Indonesia
Intervensi Pemilik Media "Konglomerasi Media"
Bahaya Konglomerasi Media
Dampak Konglomerasi Media
Regulasi atau Aturan Konglomerasi Media Di Indonesia
No comments:
Post a Comment