Aturan Konglomerasi Media
Konglomerasi
Media adalah penggabungan-penggabungan perusahaan menjadi perusahaan yang lebih
besar yang membawahi banyak media. Konglomerasi ini di lakukan dengan melakukan
korporasi dengan perusahaan media lain yang di anggap mempunyai visi yang sama.
Pembentukan konglomerasi ini dengan cara kepemilikan saham, joint venture atau
merger, atau pendirian kartel komunikasi dalam sekala besar.
Di Indonesia, ada paparan aturan main
atau kebijakan hukum (legal policy) seputar pemusatan kepemilikan dan
penguasaan media penyiaran atau spirit anti monopoli dalam regulasi penyiaran. Aturan main tersebut tercantum
dalam Undang-Undang (UU) Penyiaran No. 32 Tahun 2002, Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor 50 Tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Swasta.
Dalam UU Penyiaran No. 32 Tahun 2002
ayat 1, pasal 18 disebutkan bahwa: “Pemusatan kepemilikan dan penguasaan
lembaga penyiaran swasta oleh satu orang atau satu badan hukum, baik di satu
wilayah siar maupun beberapa wilayah siar, dibatasi”.
Selanjutnya Peraturan Pemerintah
Nom. 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta
menyebutkan tentang pembatasan kepemilikan dan penguasaan atas jasa penyiaran
radio dan televisi dikatakan :
Pasal 31
(1) Pemusatan kepemilikan dan penguasaan Lembaga
Penyiaran Swasta jasa penyiaran radio oleh 1 (satu) orang atau 1 (satu) badan
hukum, baik di satu wilayah siaran maupun di beberapa wilayah siaran, di
seluruh wilayah Indonesia dibatasi sebagai berikut:
- 1 (satu) badan hukum hanya boleh memiliki 1 (satu) izin penyelenggaraan penyiaran jasa penyiaran radio;
- paling banyak memiliki saham sebesar 100% (seratus perseratus) pada badan hukum ke-1 (kesatu) sampai dengan ke-7 (ketujuh);
- paling banyak memiliki saham sebesar 49% (empat puluh sembilan perseratus) pada badan hukum ke-8 (kedelapan) sampai dengan ke-14 (keempat belas);
- paling banyak memiliki saham sebesar 20% (dua puluh perseratus) pada badan hukum ke-15 (kelima belas) sampai dengan ke-21 (keduapuluh satu)
- paling banyak memiliki saham sebesar 5% (lima perseratus) pada badan hukum ke-22 (ke dua puluh dua) dan seterusnya).
- badan hukum sebagaimana dimaksud pada huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, berlokasi di beberapa wilayah kabupaten/kota yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
(2) Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e, memungkinkan kepemilikan
saham sebesar 100% (seratus perseratus) untuk Lembaga Penyiaran Swasta jasa
penyiaran radio yang berada di daerah perbatasan wilayah nasional dan/atau
daerah terpencil.
(2)
Kepemilikan
1) Kepemilikan badan hukum sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berupa saham yang dimiliki oleh paling sedikit 2 (dua) orang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditinjau kembali untuk disesuaikan
dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan informasi masyarakat.
Paragraf 2
Jasa Penyiaran Televisi
Pasal 32
(1) Pemusatan kepemilikan dan penguasaan Lembaga
Penyiaran Swasta jasa penyiaran televisi oleh 1 (satu) orang atau 1 (satu)
badan hukum, baik di satu wilayah siaran maupun di beberapa wilayah siaran, di
seluruh wilayah Indonesia dibatasi sebagai berikut:
- 1 (satu) badan hukum paling banyak memiliki 2 (dua) izin penyelenggaraan penyiaran jasa penyiaran televisi, yang berlokasi di 2 (dua) provinsi yang berbeda;
- paling banyak memiliki saham
sebesar 100% (sera‑
tus perseratus) pada badan hukum ke-1 (kesatu); - paling banyak memiliki saham sebesar 49% (empat puluh sembilan perseratus) pada badan hukum ke-2 (kedua);
- paling banyak memiliki saham sebesar 20% (dua puluh perseratus) pada badan hukum ke-3 (ketiga);
- paling banyak memiliki saham sebesar 5% (lima perseratus) pada badan hukum ke-4. (keempat) dan seterusnya;
- badan hukum sebagaimana dimaksud pada huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, berlokasi di beberapa wilayah provinsi yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
(2) Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e, memungkinkan kepemilikan
saham lebih dari 49% (empat puluh sembilan perseratus) dan paling banyak 90%
(sembilan puluh perseratus) pada badan hukum ke-2 (kedua) dan seterusnya hanya
untuk Lembaga Penyiaran Swasta yang telah mengoperasikan sampai dengan jumlah
stasiun relai yang dimilikinya sebelum ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini.
(3)
Kepemilikan
(4) Kepemilikan Lembaga Penyiaran Swasta sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berupa saham yang dimiliki oleh paling sedikit 2 (dua) orang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat ditinjau kembali untuk disesuaikan dengan perkembangan teknologi
dan kebutuhan informasi masyarakat.
Bagian Kedua
Pembatasan Kepemilikan Silang
Pasal 33
Kepemilikan silang antara Lembaga Penyiaran Swasta,
perusahaan media cetak, dan Lembaga Penyiaran Berlangganan baik langsung maupun
tidak langsung dibatasi sebagai berikut:
- 1 (satu) Lembaga Penyiaran Swasta jasa penyiaran radio dan 1 (satu) Lembaga Penyiaran Berlangganan dengan 1 (satu) perusahaan media cetak di wilayah yang sama; atau
2.
1 (satu)
Lembaga Penyiaran Swasta jasa penyiaran televisi dan 1 (satu) Lembaga Penyiaran
Berlangganan dengan 1 (satu) perusahaan media cetak di wilayah yang sama; atau
3.
1 (satu)
Lembaga Penyiaran Swasta jasa penyiaran radio dan 1 (satu) Lembaga Penyiaran
Swasta jasa penyiaran televisi dengan 1 (satu) Lembaga Penyiaran Berlangganan
di wilayah yang sama.
Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah
diatas telah menggambarkan setidaknya bahwa Indonesia mempunyai sistem regulasi
dalam mengatur dan membatasi kepemilikan media massa, khususnya penyiaran agar
tidak ada konglomerasi media yang pada akhirnya dapat mempengaruhi konten media
tersebut.penyiaran yang menggunakan ranah publik (public domain). Hal
itu untuk menjamin adanya keragaman kepemilikan (diversity of ownership),
keragaman isi (diversity of ownership), dan kebergaman pendapat di media
(diversity of voice). Di sinilah terlihat fungsi regulasi sebagai
pengatur sistem kepemilikkan media
Membahas
konglomerasi media tentunya tidak terlepas dari masalah liberalisasi media itu
sendiri. Liberalisasi media di Indoesia yang terjadi sejak reformasi 1998 telah
membawa pengaruh yang sangat penting dalam proses demokratisasi. Perkembangan
yang signifikan adalah dipertegasnya kebebasan pers dalam konstitusi (UUD 1945)
dan Undang-undang Pers, serta semakin kokohnya liberalisasi ekonomi. Kebebasan
atau liberalisasi media juga memberikan keleluasaan dalam pemilikan media yang
oleh pemodal kesempatan tersebut bergegas dimanfaatkan karena menjadi bagian
dari strategi bisnis yang sangat menguntungkan.
Di
Indonesia, peraturan hukum tentang anti monopoli, pemusatan, dan kepemilikan
silang media penyiaran sudah ada dan jelas berlaku sejak diundangkan, namun dalam
praktiknya hingga saat ini, indsutri media penyiaran masih dikuasai kelompok
tertentu. Intervensi Pemilik Media "Konglomerasi Media"
Bahaya Konglomerasi Media
No comments:
Post a Comment